Kumite shutai adalah salah satu dari 6 karakteristik Shorinji Kempo.
Salah satu karakteristik dari shorinji kempo adalah diutamakan berlatih secara berpasangan. Hal ini berarti dua orang kenshi (praktisi kempo) berlatih secara berpasangan dengan tujuan untuk --secara mutual-- bersama-sama meningkatkan penguasaan teknik dengan cara 'bekerjasama' dalam latihan.
Perlu diingat bahwa bekerjasama disini bukan berarti kita menyerang atau bertahan dengan setengah hati atau menyerang tidak kearah sasaran karena takut mengenai dan menyakiti teman latihan kita; menjatuhkan diri saat berlatih teknik bantingan walaupun teknik bantingan --yang dilakukan oleh rekan latihan kita-- tersebut kurang tepat (tidak sakit atau keseimbangan kita masih stabil); berpura-pura sakit saat terkena kuncian padahal kuncian tersebut kurang tepat, dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain. Kalau kita berlatih dengan cara seperti itu, kita masih bisa berkembang --di dalam dojo, tapi jangan kaget bila 'kehebatan' kita di dalam dojo tersebut tidak akan banyak membantu dalam situasi perkelahian yang sebenarnya.
Ada dua tujuan dari metode latihan secara kumite shutai:
#Tujuan yang pertama adalah tujuan secara teknikal.
Bila kita berlatih seorang diri, kita akan kesulitan untuk belajar 'merasakan' jarak dan timing (maai) untuk mengatasi serangan lawan.
Shorinji Kempo adalah seni beladiri yang dikembangkan berdasarkan ajaran zen-budhisme, para kenshi dilarang menyakiti apalagi membunuh lawannya kecuali sangat terpaksa untuk membela diri, dengan kata lain, Shorinji Kempo adalah seni beladiri yang bersifat defensif, mengutamakan pertahanan dan hanya menyerang (balik) bila dibutuhkan atau hanya menyerang balik sesuai dengan keadaan (tidak berlebihan). Dengan filosofi seperti ini, para kenshi Shorinji Kempo cenderung 'menunggu' lawan --tapi bukan berarti kita tidak boleh menyerang duluan bila sudah jelas kita akan diserang.
Dua orang kenshi --yang berlatih berpasangan-- bergantian peran, bila yang satu menyerang yang lain bertahan, dan sebaliknya. Tanpa ada serangan, pihak yang bertahan tidak akan bisa berlatih; bila mereka berdua tidak bergantian peran, maka mereka berdua --lagi-lagi secara mutual-- tidak akan bisa meningkatkan kemampuan bertahan (dan serangan balik)-nya.
#Tujuan kedua adalah untuk membangun hubungan saling bekerjasama dalam latihan.
Doshin So (guru besar Shorinji Kempo) sangat menentang suatu bentuk kompetisi yang menentukan menang dan kalah. Bila kita hanya memikirkan menang dan kalah maka kita cenderung akan memikirkan diri sendiri (dan melupakan orang lain). Karena takut kehilangan posisi, kita akan menganggap semua orang (bahkan bawahan kita) sebagai musuh. Tidak ada seorangpun yang bisa menjadi teman kita. Shorinji Kempo dikembangkan untuk melawan kecenderungan tersebut. Bagaimana caranya? Dengan kumite shutai.
Kedua tujuan ini kemudian berkembang lebih luas menjadi untuk mengembangkan diri kita masing-masing menjadi manusia yang lebih baik.
Dengan begitu pihak yang mengalah dan menjadi 'korban'-pun bisa benar-benar merasakan teknik yang sedang diaplikasikan yang pada akhirnya akan meningkatkan pemahaman dan penguasaan teknik tersebut. Memang benar kata-kata bijak orang jaman dulu: "Mengalah bukan berarti kalah".
Itulah kumite shutai.
Salah satu karakteristik dari shorinji kempo adalah diutamakan berlatih secara berpasangan. Hal ini berarti dua orang kenshi (praktisi kempo) berlatih secara berpasangan dengan tujuan untuk --secara mutual-- bersama-sama meningkatkan penguasaan teknik dengan cara 'bekerjasama' dalam latihan.
|  | 
| Image dari commons.wikimedia.org | 
Ada dua tujuan dari metode latihan secara kumite shutai:
#Tujuan yang pertama adalah tujuan secara teknikal.
Bila kita berlatih seorang diri, kita akan kesulitan untuk belajar 'merasakan' jarak dan timing (maai) untuk mengatasi serangan lawan.
Shorinji Kempo adalah seni beladiri yang dikembangkan berdasarkan ajaran zen-budhisme, para kenshi dilarang menyakiti apalagi membunuh lawannya kecuali sangat terpaksa untuk membela diri, dengan kata lain, Shorinji Kempo adalah seni beladiri yang bersifat defensif, mengutamakan pertahanan dan hanya menyerang (balik) bila dibutuhkan atau hanya menyerang balik sesuai dengan keadaan (tidak berlebihan). Dengan filosofi seperti ini, para kenshi Shorinji Kempo cenderung 'menunggu' lawan --tapi bukan berarti kita tidak boleh menyerang duluan bila sudah jelas kita akan diserang.
Dua orang kenshi --yang berlatih berpasangan-- bergantian peran, bila yang satu menyerang yang lain bertahan, dan sebaliknya. Tanpa ada serangan, pihak yang bertahan tidak akan bisa berlatih; bila mereka berdua tidak bergantian peran, maka mereka berdua --lagi-lagi secara mutual-- tidak akan bisa meningkatkan kemampuan bertahan (dan serangan balik)-nya.
#Tujuan kedua adalah untuk membangun hubungan saling bekerjasama dalam latihan.
Doshin So (guru besar Shorinji Kempo) sangat menentang suatu bentuk kompetisi yang menentukan menang dan kalah. Bila kita hanya memikirkan menang dan kalah maka kita cenderung akan memikirkan diri sendiri (dan melupakan orang lain). Karena takut kehilangan posisi, kita akan menganggap semua orang (bahkan bawahan kita) sebagai musuh. Tidak ada seorangpun yang bisa menjadi teman kita. Shorinji Kempo dikembangkan untuk melawan kecenderungan tersebut. Bagaimana caranya? Dengan kumite shutai.
Kedua tujuan ini kemudian berkembang lebih luas menjadi untuk mengembangkan diri kita masing-masing menjadi manusia yang lebih baik.
“To live in a world of winning and loosing, one must not recognize anyone beyond himself. Worrying about losing one’s position, even juniors are made into enemies. Without pulling down seniors from their positions, one cannot rise oneself. Not a single friend can be made. Shorinji Kempo aims to fight against that very tendency.“ -- Doshin SoDengan berlatih secara berpasangan, salah satu pihak harus mau mengalah untuk menjadi 'korban' sedangkan pihak yang satunya harus menghargai kebesaran hati rekannya dengan cara bersungguh-sungguh --tentu saja tetap terkontrol-- berlatih mengaplikasikan teknik bertahan (menyerang balik, nage-waza atau membanting, ataupun katame-waza atau mengunci).
Dengan begitu pihak yang mengalah dan menjadi 'korban'-pun bisa benar-benar merasakan teknik yang sedang diaplikasikan yang pada akhirnya akan meningkatkan pemahaman dan penguasaan teknik tersebut. Memang benar kata-kata bijak orang jaman dulu: "Mengalah bukan berarti kalah".
Itulah kumite shutai.
Thanks for reading Kumite Shutai: Mengalah Bukan Berarti Kalah. Please share...!
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No Spam, Please...!