Saya tidak tahu dengan seni beladiri lain, tetapi di seni beladiri yang saat ini sedang saya dalami setiap kali mengikuti ujian kenaikan tingkat, kita tidak hanya diuji praktek beladiri-nya (secara teknik, fisik, dan mental) saja, pengetahuan kita tentang teori dan filosofi juga ikut diuji. Sebagai contoh untuk dapat naik ke tingkat Kyu 1 (atau Dan 1 saya agak lupa) kita diminta untuk menjelaskan konsep 'shu - ha - ri'.
Anda pastinya pernah mendengar konsep tersebut bukan?
Konsep shu - ha - ri --yang terdiri atas 3 karakter huruf kanji yang berarti 'mengikuti' - 'melepaskan diri' - 'melampaui'-- ini tidak hanya menjadi milik dari seni beladiri. Selain (tentu saja) ditemukan dalam seni beladiri (budo), konsep ini juga ditemukan pada berbagai macam seni seperti seni merangkai bunga (ikebana), upacara minum teh (chado), dan juga catur tradisional Jepang (go). Dengan kata lain, konsep shu-ha-ri ini adalah sebuah konsep yang universal.
![]() |
| Mengikuti aturan - mengubah aturan - membuat aturan |
Tetapi apa sebenarnya arti dari shu - ha - ri dan darimana konsep ini berasal?
Menurut Wikipedia, konsep shu -ha -ri pertama kali dicetuskan oleh Fuhaku Kawakami dalam Tao of Tea. Konsep ini kemudian dikembangkan oleh Zeami Motokiyo, salah seorang pencipta 'Noh' (drama musikal klasik Jepang) untuk kesenian ciptaannya yang kemudian menjadi bagian dari filosofi seni beladiri.
Anehnya Zeami Motokiyo lahir pada tahun 1363 sementara Fuhaku Kawakami --yang dianggap sebagai pencetus konsep ini-- lahir pada tahun 1716. Mungkinkah Zeami Motokiyo adalah seorang penjelajah waktu? Kecuali Doraemon pernah berkunjung ke tahun 1300-an (dan membantu Zeami Motokiyo pergi ke masa depan dengan mesin waktunya) asal-usul konsep shu - ha - ri akan tetap menjadi misteri (paling tidak sampai saat ini).
Shihan Endo Seishiro, salah seorang master Aikido pernah berkata seperti ini:
"It is known that, when we learn or train in something, we pass through the stages of shu, ha, and ri. These stages are explained as follows. In shu, we repeat the forms and discipline ourselves so that our bodies absorb the forms that our forebears created. We remain faithful to these forms with no deviation. Next, in the stage of ha, once we have disciplined ourselves to acquire the forms and movements, we make innovations. In this process the forms may be broken and discarded. Finally, in ri, we completely depart from the forms, open the door to creative technique, and arrive in a place where we act in accordance with what our heart/mind desires, unhindered while not overstepping laws."
Intinya adalah:
- dalam tahap 'shu' kita berlatih gerakan dan bentuk yang diajarkan oleh guru kita secara berulang-ulang sampai tubuh kita terlatih dan 'menyerap' gerakan dan bentuk tersebut.
- dalam tahap 'ha' kita mulai berinovasi, menyesuaikan gerakan dan bentuk yang sudah kita 'serap' dalam tahap 'shu' dengan postur dan gaya kita.
- dan akhirnya dalam tahap 'ri' kita benar-benar terlepas dari bentuk, 'menciptakan' bentuk sendiri tanpa keluar dari pakem.
Kalau digambarkan dalam bentuk lingkaran 'shu' berada di dalam 'ha', 'shu' dan 'ha' berada di dalam 'ri'. Prinsip dari gerakan dan bentuk tidak pernah berubah.
Di dalam seni beladiri Tiongkok juga terdapat sebuah konsep yang mirip dengan shu - ha - ri yaitu 'di - ren - tian'.
- ๅฐ di (bumi) -- dasar
- ไบบ ren (manusia) -- siap untuk belajar. Dalam seni beladiri Jepang tahap 'ren' ini sama dengan tingkat shodan
- ๅคฉ tian (langit) -- gerakan yang mengalir tanpa kita sadari. Tahap ini dicapai setelah melalui proses latihan yang panjang dan membutuhkan waktu bertahun-tahun
Untuk membantu Anda lebih memahami (atau mungkin menambah bingung) konsep shu - ha - ri, berikut ini saya sajikan sebuah cerita yang cukup menarik. Cerita ini memang tidak ada hubungannya dengan seni beladiri tetapi di dalamnya tersirat (bukan tersurat) konsep dari shu - ha - ri. Begini ceritanya...
Konon di sebuah kerajaan antah-berantah hiduplah seorang tukang batu bernama Ian (nama panjang Yanto). Ketika Ian sedang bekerja memecahkan batu, lewatlah sang raja ditandu di atas kursi yang mewah, ditemani pejabat-pejabat istana dan dikawal oleh ratusan pengawal, setiap orang yang berpapasan dengan sang raja berhenti dan sujud menyembah.
"Pasti jadi raja itu enak" batin Ian. Ia menjadi iri dan ingin menjadi seorang raja. Tanpa diduga terjadi keajaiban dan Ian benar-benar berubah menjadi seorang raja.
Pada suatu hari ketika sedang berjalan-jalan bersama rombongannya Ian (yang sekarang adalah seorang raja) merasa kepanasan, ketika mendongak ke atas ia melihat matahari yang bersinar dengan teriknya, tak terpengaruh oleh kehadirannya. Dasar tukang gerutu, Ian kembali bergumam "Enak ya jadi matahari, bisa bebas bersinar, membuat orang kepanasan". Ian pun berubah menjadi matahari.
Ketika sedang asyik menyinari bumi dan membuat semua orang kepanasan, tiba-tiba Ian merasakan gelap dan tidak bisa melihat. Rupanya awan bergerak menutupi wajahnya dan menghalangi sinarnya. Ia juga mendengar orang-orang di bumi menyambut gembira sang awan yang membawa hujan dan mengutuki dirinya yang telah membawa kemarau panjang. Ian mulai iri pada awan dan berharap bisa menjadi awan. Ia pun secara ajaib berubah menjadi awan.
Belum lama menjadi awan, ia merasakan ada kekuatan yang menerpanya, sebuah kekuatan yang tidak bisa dilawannya. Ia kemudian menyadari bahwa kekuatan itu adalah angin yang sedang bertiup. Ian pun kembali bergumam "Enak ya jadi angin, bisa meniup apapun sesukanya, aku ingin menjadi angin". Maka berubahlah Ian menjadi angin.
Ketika sedang asyik memamerkan kekuatannya, Ian melihat sesuatu yang tidak bisa diterbangkannya, sebongkah batu yang sangat besar, sekuat apapun dia meniup, batu tersebut tetap tak bergeming. Timbullah rasa iri di hatinya. "Kuat sekali batu itu, seandainya aku bisa menjadi batu". Sekali lagi permintaannya terwujud dan ia pun berubah menjadi sebuah batu yang besar dan kokoh.
Saat sedang berdiri dengan gagahnya, Ian mendengar sesuatu yang sangat familier, suara pukulan palu, ia juga merasakan rasa sakit di tubuhnya. Saat melihat ke bawah yang dilihatnya adalah... seorang tukang batu.
the end
Demikian yang bisa saya bagikan, semoga bermanfaat.
Sumber:
https://en.wikipedia.org/wiki/Shuhari
http://www.karatebyjesse.com/demystifying-the-philosophy-of-shu-ha-ri-2-awesome-stories/
Thanks for reading Shu-Ha-Ri: Tiga Tahap Latihan Seni Beladiri. Please share...!
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »


No Spam, Please...!