Anda pastinya pernah menonton film-film silat klasik Tiongkok seperti Pendekar Ulat Sutera, Pendekar Pemanah Rajawali, Return of the Condor Heroes, To Liong To, Pendekar Harum, dan sebagainya bukan?
Di film-film tersebut kita bisa melihat bahwa para pendekar --terutama golongan putih-- mempunyai posisi yang terhormat di masyarakat (dan selalu dikelilingi oleh cewek-cewek cantik :-)). Orang-orang biasa (yang bukan pendekar) selalu memanggil seorang pendekar dengan sebutan 'tuan pendekar', seorang pendekar yang menginap di sebuah penginapan atau makan di sebuah kedai selalu mendapat pelayanan terbaik, bahkan seorang pendekar legendaris seperti Kwee Cheng misalnya tidak hanya dihormati oleh rakyat biasa tetapi juga dihormati oleh pendekar-pendekar yang lain.
|  | 
| Kwee Cheng dan Oey Yong dalam Legend of the Condor Heroes versi tahun 2008 | 
Hal ini sebenarnya sangatlah wajar karena karena pendekar-pendekar aliran putih tersebut adalah seorang yang berilmu tinggi dan sakti mandraguna tetapi mereka tidak pernah menggunakan kesaktiannya itu untuk kepentingannya sendiri. Mereka selalu menggunakan ilmu dan kesaktiannya itu untuk melawan kejahatan dan membela rakyat yang lemah. Para pendekar dalam film-film tersebut juga digambarkan mempunyai jiwa yang mulia, mereka berbuat kebaikan bahkan ikut berjuang memerdekakan bangsanya tanpa meminta balasan sama sekali.
Coba bandingkan dengan sekarang, sekarang ini para pendekar hanyalah orang biasa yang berlatih seni beladiri. Mungkin mereka masih dihormati di kalangan beladirinya (misalnya seorang sensei karate dihormati oleh murid-muridnya) tetapi di mata masyarakat mereka hanyalah orang biasa.
Turunnya derajat pendekar dan seni beladiri ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya penyalahgunaan dari seni beladiri. Banyak orang yang mengaku dirinya pendekar tetapi menjadi preman atau tukang pukul, 'profesi' yang dianggap hanya mengandalkan otot dan kekerasan serta menyengsarakan orang yang lemah (kalau di film silat Tiongkok mereka inilah yang disebut pendekar golongan hitam).
Kalau begitu kenapa para pendekar di film-film tersebut tetap dihormati walaupun ada juga yang menyalahgunakan ilmu silatnya? Ini karena adanya pendekar golongan putih yang melawan penyalahgunaan tersebut. Sekarang ini sangat jarang (bahkan mungkin tidak ada) seorang pendekar yang mau mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk melawan 'pendekar golongan hitam' dan membela yang lemah.
Di jaman modern ini, orang yang berpendidikan tinggilah yang mendapat tempat terhormat di masyarakat. Jaman memang telah bergeser, ilmu pengetahuan jauh lebih dihargai daripada seni beladiri. Bukannya saya anti dengan pendidikan, Kano Jigoro --seorang tokoh beladiri modern terkemuka dan pencipta olahraga judo-- juga sangat mementingkan pendidikan. Beliaulah orang pertama yang berhasil menyatukan pendidikan dan seni beladiri dengan memasukkan judo dan kendo ke dalam kurikulum pendidikan Jepang.
Tapi kalau boleh memilih, saya ingin pendekar mendapatkan tempat kembali seperti dulu. Karena bagi saya, seni beladiri bukan hanya sekedar hobi atau olahraga untuk menjaga kesehatan, beladiri adalah 'do', seni beladiri adalah jalan hidup. Setuju dengan saya?  
Thanks for reading Nasib Pendekar Jaman Duluuu dan Sekarang. Please share...!
Previous
« Prev Post
« Prev Post
Next
Next Post »
Next Post »
No Spam, Please...!